UJUNGPANGKAH | NUGres – Halaman Taman Pendidikan (TP) Ihyaul Islam di Desa Bolo Kecamatan Ujungpangkah Gresik berdiri tenda yang cukup besar. Terlihat di depan ratusan kursi berjajar rapi, panggung dengan dekorasi banner menampilkan potret tokoh, Wakil Ketua Umum PBNU Dr. (HC). KH. Zulfa Musthofa.
Hari itu, Selasa pagi 29 April 2025, LP Ma’arif MWCNU Ujungpangkah mengukir momen silaturahim bagi ratusan guru Nahdlatul Ulama yang tersebar dari berbagai lembaga pendidikan di Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten Gresik.
Kegiatan ini menjadi ajang memperkuat persaudaraan dalam nuansa Halal Bihalal 1446 Hijriah. Tak hanya itu saja, acara ini sekaligus menyimak pengajian umum sekaligus menengguhkan guru NU oleh ulama yang piawai menggubah syair Arab, Kiai Zulfa Mustofa.
Menjelang kegiatan akan dimulai, bapak-ibu guru telah memenuhi kursi yang berderet memenuhi lapangan TP Ihyaul Islam Desa Bolo Ujungpangkah Gresik.
Para guru itu dengan khidmat menyimak lantunan ayat suci Al-Quran hingga shalawat Nabi yang dipimpin oleh sang Qari. Berikutnya, suara menggema bergelayut kala guru-guru dan pemangku lembaga pendidikan Ma’arif NU itu secara bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya, Syubbanul Wathan dan tentunya Mars LP Ma’arif NU.
Mengawali sambutan mewakil panitia pelaksana, Ketua LP Ma’arif MWCNU Ujungpangkah Ustadz Ainur Rofiq, S.Pd.I., menyampaikan bahwa kegiatan yang mengusung tema “Membangun Sinergi, Mewujudkan Pendidikan Berkualitas Berbasis Rahmatan Lil Alamin”, menjadi ikhtiar untuk meningkatkan pemahaman dan penguatan spirit berkhidmat para guru di lembaga Ma’arif Nahdlatul Ulama.
“Syukur alhamdulilah kita sekalian diberi rahmat dan nikmat oleh Allah. Bisa berkumpul bersama dengan para kiai kita. Mudah-mudahan kebersamaan ini tidak hanya sekedar di lahirnya saja tetapi secara batiniah kita ada ta’alluq, ada hubungan kebersamaan, yang mudah-mudahan besok bisa bersama di surganya Allah Swt,” ucapnya.
Lebih lanjut, dalam kesempatan itu Ustadz Rofiq mengungkapkan terima kasih kepada panitia dan tuan rumah TP Ihyaul Islam Desa Bolo, dan seluruh guru dalam mewujudkan berlangsungnya acara ini.
Tampak hadir di tengah ratusan guru Nahdlatul Ulama di wilayah Kecamatan Ujungpangkah itu para tokoh diantaranya; Rais Syuriyah PCNU Gresik KH Moh. Farhan, Rais Syuriyah MWCNU Ujungpangkah KH Makhrus Munir, Rais Syuriyah MWCNU Dukun Dr KH Thoyyib Mas’udi, Forkopimcam mulai dari Camat, dan TNI/Polri Ujungpangkah, Anggota DPRD Gresik, sejumlah Kepala Desa di wilayah Kecamatan Ujungpangkah serta elemen Badan Otonom dan lembaga Nahdlatul Ulama.
Rais Syuriyah MWCNU Ujungpangkah, Kiai Makhrus Munir di hadapan ratusan guru NU mengapresiasi upaya yang diinisiasi oleh LP Ma’arif Nahdlatul Ulama Ujungpangkah ini.
“Alhamdulillah, sudah barang tentu saya harus bersyukur kepada Allah Swt, bahwa di lingkungan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama Ujungpangkah, dalam hal ini dipelopori Lembaga Pendidikan Ma’arifnya, bertahun-tahun mengadakan acara yang intinya tidak hanya sekedar Halal Bihalal tetapi lebih dari itu, bahkan menyadari keberadaan dan posisinya sebagai pendidik sehingga haus akan pengetahuan,” kata Kiai Makhrus dengan nada mantap.
Kiai Makhrus juga masih ingat bahwa di tahun lalu, pengurus LP Ma’arif NU Ujungpangkah pernah mengajak guru NU secara berjamaah menggelar giat peningkatan SDM di kampus UIN Malik Ibrahim, Malang. Pengisi forum berbagi pengetahuan itu diisi oleh para akademisi, profesor dan doktor.
Kendati demikian, Kiai Makhrus berharap dan menekankan bahwa hasrat peningkatan SDM juga tidak kalah penting dibekalkan kepada anak-anak didik. Sebab mereka akan menyongsong kehidupan di masa depan.

Sementara itu, menyampaikan salam Ketua Tanfidziyah PCNU Gresik Dr KH Mulyadi, MM., yang berhalangan hadir, Wakil Ketua PCNU Gresik Dr. H. A. Syifaul Qulub dalam sambutannya mengajak merefleksi momentum ibadah yang terlampaui pada bulan Ramadan.
Menurutnya, spirit Ramadan dapat dijadikan menjadi gaya hidup, yakni berupa perubahan perilaku. Terlebih bagi para guru yang merupakan sosok terhormat dalam entitas masyarakat.
“Hadirin, kalau kita sudah dapat menjadikan Ramadan sebagai gaya hidup kita, tentu perilaku kita akan terinspirasi segala bentuk amaliah yang sudah kita lakukan selama satu bulan di bulan Ramadan. Jadi guru, guru yang tetap sabar. Jadi guru, guru yang tetap bermurah hati. Jadi guru, guru yang tetap giat di dalam ibadah,” tuturnya.
Doktor Afuk meyakini para guru di lingkungan Nahdlatul Ulama, yang tergabung dalam Badan otonom Pergunu (Persatuan Guru NU) memiliki prinsip memberikan keteladanan kecerdasan keilmuan dan budi pekerti. Terlebih, sambungnya, realitas masyarakat saat ini dihadapkan dengan percepatan teknologi dan transformasi digital.
“Transformasi digital dan percepatan teknologi yang meniscayakan kita, harus memeras segala kekuatan daya pikiran kita, untuk merelasikan antara percepatan teknologi dengan potensi dasar yang harus dimiliki siswa-siswa kita. Kalau guru tidak memiliki sebuah kedalaman pemikiran ini, tentu yang terjadi adalah kita selalu berpikiran negatif terhadap segala bentuk ketentuan–ketentuan yang ada,” terangnya.
Lebih lanjut, Doktor Afuk juga mencerap spirit para kiai-kiai dahulu tidak sekedar menyajikan pengajian, namun juga mempersiapkan denga melakukan mutholaah sebelum menyampaikan ngaji kepada para santri.
Di penghujung sambutannya, Doktor Afuk juga mengajak para pendidik di lingkungan LP Ma’arif MWCNU Ujungpangkah untuk mewujudkan loyalitas kepada lembaga dengan meningkatkan tata kelola kelembagaan.
Kiai Zulfa yang hadir dalam kesempatan itu mewedar buah pemikiran Imam Al-Ghazali yaitu Ihya’ Ulumuddin. Karya yang juga pernah menjadi bahan tesis seorang akademisi Timur Tengah Dr. Majid Irsan Al-Kilani.
Tesis yang dibukukan Dr. Majid Irsan Al-Kilani. berjudul “Hakadza Zhahara Jiilu Shalahuddin wa Hakadza ‘Aadat al-Quds” merupakan karya monumental yang mengupas secara mendalam tentang proses kebangkitan umat Islam menjelang pembebasan Yerusalem (Al-Quds) oleh Shalahuddin al-Ayyubi.
“Kebangkitan Islam di masa Shalahuddin al-Ayyubi itu tidak ujuk-ujuk. Tidak tiba-tiba. Tapi itu ada proses. Dalam penelitian yang jadi tesis ini, setidaknya ada dua tokoh yang kemudian selama 100 tahun nanti membuat pengaruh masyarakat hebat pada masa itu. Pertama tokoh yang melakukan gerakan lewat tasawuf Syekh Abdul Qadir Al Jailani,” wedar Kiai Zulfa.
Syekh Abdul Qodir Al Jailani, imbuh Kiai Zulfa, memperbaiki umat (ishlahil ummah) dengan tasawuf. Karena pada masa itu orang Islam banyak, namun Islam tidak berkutik.
“Ini seperti apa yang digambarkan oleh kanjeng Nabi Muhammad Saw dalam satu hadist; Yusiku an tada’a alaikumul umam, kama tada’al akalatu ila qas atiha. Kata nabi dalam hadist ini, dikhawatirkan nanti suatu masa Islam itu akan seperti makanan di meja makan yang dikerubuti tidak berdaya,” sambungnya.
Selanjutnya, Kiai Zulfa meneruskan pertanyaan sahabat kepada kanjeng Nabi, “Apakah pada saat itu umat Islam sedikit jumlahnya ya Rasulallah?, nabi mengatakan justru kalian pada masa itu jumlah sangat banyak, akan tetapi kalian umat Islam waktu itu seperti buih di lautan, jumlahnya banyak tapi hilang tidak ada artinya ketika diterpa angin ke tepian pantai,” lanjut Kiai Zulfa.
Nabi menggambarkan dalam hadist yang panjang ini umat Islam terkena penyakit ‘Wahn’ yaitu hubbud dunya wa karahiyatu al maut; cinta dunia dan takut mati. “Singkat cerita tidak punya kecintaan kepada agama. Yang ada materialistis, hedonisme, hidupnya yang dipikir enak, enak, enak, enak,” tutur Kiai Zulfa.
Potret sejarah Islam pada dinasti Abbasiyah, dan pasca dinasti Abbasiyah yaitu Dinasti Boe (Dinasti Buwaih atau Buwaihiyah), juga dipetik kisahnya oleh Kiai Zulfa. Secara kekuatan dinasti-dinasti itu memiliki catatan penting dalam sejarah Islam, khususnya pergeseran kekuasaan dari Arab ke Persia, serta memperlihatkan bagaimana kekhalifahan Abbasiyah tetap bertahan.
Namun, Kiai Zulfa mengatakan dalam sejarah Baghdad digambarkan terjadi paradoks, yakni potret kehidupannya cenderung dalam bahasa klasik itu disebut Al Mujun (dugem).
“Raja pada masa itu, dinasti Abbasiyah itu unik. Ngaji purun, nyawer mau. Mestinya kan nek seneng ngaji kan sama hiburan radi isin. Oleh karena itu bab ngajinya kalah. Akhirnya semangat memperjuangkan Islam kurang. Lahirlah Imam Ghazali. Lahirlah Syekh Abdul Qodir Al Jailani. Imam Ghazali dari sisi ilmu, Syekh Abdul Qodir Al Jailani dari sisi spiritualitas lewat thariqahnya,” beber Kiai Zulfa.
Imam Ghazali melihat realitas paradoks masyarakat yang demikian, lanjut Kiai Zulfa, bahwa dari Imam Al Ghazali memunculkan madrasah nidhomul muluk. Kalau di sini, kata Kiai Zulfa, apa yang diinisiasi Imam Ghazali itu persis seperti madrasah semacam Ma’arif. Aktifitasnya melaksanakan ngaji, ngaji, ngaji, hingga masyarakat seneng sama agama karena kenal ilmu.
“Logikanya sederhana bapak ibu. Bagaimana orang mau cinta agamanya, kalau dia tidak mengenal agamanya?. Bagaimana dia mengenal agamanya, kalau dia tidak mengerti ilmu tentang agamanya?. Maka mengenal agama itu dimulai dengan ilmu agama. Kalau orang sudah seneng ilmu agama dia akan cinta agama. Lah analogi ini, saya ingin katakan perumpamaan ini, sama seperti Panjenengan semua di Ma’arif NU. Bagaimana warga NU, anak-anak NU akan cinta NU, kalau mereka tidak mengenal Nahdlatul Ulama dari kecil. Kalau mereka tidak tahu ke-NU-an, ke-Aswajaan NU dari kecil kalau bukan dari madrasah-madrasahnya Ma’arif yang dimiliki Nahdlatul Ulama,” tandas Kiai Zulfa, diikuti repons tepuk tangan para guru.
Kiai Zulfa menegaskan bahwa peran guru NU sangat krusial. Jasanya luar biasa. Gurulah yang menorehkan sibghah nahdliyah atau celupan ke-NU-an di madrasah Ma’arif Nahdlatul Ulama. Lebih lanjut, Kiai Zulfa sekaligus mengajak para guru untuk khidmah di NU melalui ngajar ini ia bermohon agar dijalani dengan disabari (penuh kesabaran).
Sebagai informasi, ceramah Kiai Zulfa Mustofa dalam penguatan Guru NU dapat disimak kembali di arsip Live YouTube NUGres Channel, dengan judul “LIVE: Halal Bihalal & Pembinaan Guru LP Ma’arif NU Ujungpangkah bersama Dr (HC) KH Zulfa Musthofa”
Editor: Chidir Amirullah